Senin, 15 Agustus 2011

STANDAR PENILAIAN BUKU PELAJARAN SAINS


STANDAR PENILAIAN BUKU PELAJARAN SAINS
Sumber: Pusat Perbukuan Nasional

A.    Landasan Pengembangan Standar Penilaian

 1.       Latar Belakang
Sains adalah salah satu mata pelajaran utama dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, khususnya Pendidikan Dasar. Sains adalah mata pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian besar peserta didik, mulai dari jenjang Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas, dan mutu pendidikan sains di Indonesia, ditinjau dari perolehan NEM masih memprihatinkan. Semakin tinggi jenjang pendidikan,  maka perolehan rata-rata NEM sains atau IPA siswa menjadi semakin kecil. Hal ini tentunya sangat memprihatinkan, walaupun telah banyak upaya yang dilakukan, baik oleh pemerintah, swasta maupun para guru. Upaya tersebut mencakup dana, waktu, tenaga, dan pikiran yang telah banyak dicurahkan untuk meningkatkan mutu pendidikan IPA, namun belum memberikan hasil yang memuaskan.
Adakah hal yang salah dalam pendidikan sains kita? Apabila kita melihat fakta di lapangan; para siswa kita sangat pandai menghafal, tetapi kurang terampil dalam mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini mungkin terkait dengan kecenderungan menggunakan hafalan sebagai wahana untuk menguasai ilmu pengetahuan, bukan kemampuan berpikir. Tampaknya pendidikan sains di Indonesia lebih menekankan pada abstract conceptualization dan kurang mengembangkan active experimentation, padahal seharusnya keduanya seimbang secara proporsional.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan mengubah paradigma tersebut adalah menyediakan buku sebagai rujukan yang baik dan benar baik bagi guru maupun siswa, karena buku pelajaran merupakan salah satu sarana yang penting dalam menunjang proses kegiatan belajar mengajar. Menurut Bahrul Hayat dkk. (2001) dalam “Pedoman Sistem Penilaian”, buku teks adalah buku pelajaran yang berperan dalam menentukan keberhasilan pendidikan peserta didik. Buku pelajaran yang dimaksud adalah buku yang menjadi pegangan baik bagi siswa maupun guru, serta berisi berbagai informasi yang merupakan penjelasan rasional dari kurikulum yang menjadi rujukan. Buku pelajaran tersedia untuk setiap jenjang pendidikan, yaitu Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, Sekolah Luar Biasa, dan Perguruan Tinggi/Universitas.
Buku pelajaran sains yang ada di lapangan, ditinjau dari jumlah, jenis, maupun kualitasnya sangat bervariasi. Sementara itu, buku pelajaran pada umumnya menjadi rujukan utama dalam suatu proses pembelajaran. Guru di lapangan seringkali tidak merujuk pada kurikulum dalam perencanaan dan implementasi pembelajarannya tetapi pada buku pelajaran yang digunakan. Dengan demikian, jika mutu buku yang ada tidak memenuhi standar mutu, terutama dalam kaitannya dengan konsep dan aplikasi konsep (miskonsepsi, bahkan salah konsep), maka yang terjadi adalah buku tersebut akan menjadi sumber pembodohan, bukan sumber pencerdasan anak didik; tentunya hal ini sangat membahayakan dunia pendidikan.
 Buku pelajaran memegang peran yang cukup menentukan dalam proses peningkatan mutu pembelajaran. Oleh karena itu, buku pelajaran sains yang beredar harus memiliki kualitas yang memenuhi standar kualitas mutu buku pelajaran yang ditetapkan oleh Pemerintah, dan Pemerintah melalui Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional harus melakukan fungsi kontrol yang ketat terhadap mutu buku pelajaran tersebut.

 2.       Hakikat Sains (Ilmu Pengetahuan Alam)
Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang pokok bahasannya adalah alam dengan segala isinya. Hal yang dipelajari dalam sains adalah sebab-akibat, hubungan kausal dari kejadian-kejadian yang terjadi di alam. Menurut Powler (dalam Winataputra 1993), sains adalah ilmu yang sistematis dan dirumuskan dengan mengamati gejala-gejala kebendaan, dan didasarkan terutama atas pengamatan induksi. Carin dan Sund (1993) mendefinisikan sains sebagai pengetahuan yang sistematis atau tersusun secara teratur, berlaku umum, dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen. Aktivitas dalam sains selalu berhubungan dengan percobaan-percobaan yang membutuhkan keterampilan dan kerajinan. Secara sederhana, sains dapat juga didefinisikan sebagai apa yang dilakukan oleh para ahli sains. Dengan demikian, sains bukan hanya kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi menyangkut cara kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah. Ilmuwan sains selalu tertarik dan memperhatikan peristiwa alam, selalu ingin mengetahui apa, bagaimana, dan mengapa tentang suatu gejala alam dan hubungan kausalnya.
Dalam sains, terdapat tiga unsur utama, yaitu sikap manusia, proses atau metodologi, dan hasil yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Sikap manusia yang selalu ingin tahu tentang benda-benda, makhluk hidup, dan hubungan sebab-akibatnya akan menimbulkan permasalahan-permasalahan yang selalu ingin dipecahkan dengan prosedur yang benar. Prosedur tersebut meliputi metode ilmiah. Metode ilmiah mencakup perumusan hipotesis, perancangan percobaan, evaluasi atau pengukuran, dan akhirnya menghasilkan produk berupa fakta-fakta,  prinsip-prinsip, teori, hukum, dan sebagainya.

 3.       Proses Pembelajaran
Prinsip proses pembelajaran adalah belajar, sedangkan belajar adalah suatu proses perubahan perilaku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman. Oleh karena itu, pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang kondusif sehingga proses belajar dapat tumbuh dan berkembang. Karena pembelajaran bersifat rekayasa perilaku, maka proses pembelajaran terikat dengan tujuan. Dari sudut pandang sosiologis, proses pembelajaran adalah proses penyiapan peserta didik untuk dapat menjalankan kehidupannya di masyarakat. Sekolah adalah suatu sistem sosial yang merupakan miniatur masyarakat luas. Oleh karena itu, proses pembelajaran tidak akan terlepas dari proses sosialisasi, dan apa yang dipelajari di sekolah seharusnya merupakan cerminan keadaan nyata di sekitar peserta didik yang dapat dimanfaatkan atau diimplementasikan dalam masyarakat.
Permasalahan dalam proses belajar mengajar dewasa ini adalah kecenderungan umum bahwa para siswa hanya terbiasa menggunakan sebagian kecil saja dari potensi atau kemampuan berpikirnya. Dikhawatirkan mereka menjadi malas untuk berpikir dan terbiasa malas berpikir mandiri. Kecenderungan ini sama saja dengan proses pemandulan dan sama sekali bukan proses pencerdasan. Para siswa dan juga gurunya masih terbiasa belajar dengan domain kognitif rendah. Oleh karena itu, metode berpikir dalam kegiatan mereka belajarpun belum menyentuh domain afektif dan konatif yang diperlukan. Aspek lain berkenaan dengan konsep diri dan proses pengembangan kemandirian dalam berpikir, bersikap dan berperilaku. Belajar berani berpikir obyektif apalagi berbeda dengan buku dan keterangan guru, berpikir logis atau kritis, dialogis dan argumentatif umumnya masih langka di sekolah-sekolah kita. Selain itu sistem penilaian secara formatif masih amat terbatas jika dibandingkan dengan penilaian sumatif.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap aktivitas riil di lapangan kegiatan belajar mengajar di sekolah pada umumnya dewasa ini cenderung monoton dan tidak menarik, sehingga beberapa pelajaran ditakuti dan selalu dianggap sulit oleh siswa, misalnya matematika dan sains. Hal ini ditunjukkan oleh adanya korelasi positif dengan perolehan NEM pelajaran tersebut yang selalu  menempati urutan terendah. Beberapa penyebabnya adalah pembelajaran di sekolah khususnya, sains lebih menekankan pada aspek kognitif dengan menggunakan hafalan dalam upaya menguasai ilmu pengetahuan, bukan mengembangkan keterampilan berpikir siswa, mengembangkan aktualisasi konsep dengan diimbangi pengalaman konkret dan aktivitas bereksperimen. Pembelajaran sains berlangsung dengan hanya menyangkut substansi, tanpa mengembangkan kemampuan melakukan yang berhubungan dengan proses-proses mental seperti penalaran dan sikap ilmiah (Supangkat 1991). Salah satu penyebab hal ini adalah temuan Slimming (1998) yang menemukan bahwa perilaku mengajar guru di Indonesia cenderung bersifat belajar pasif dengan menggunakan metode ceramah hampir di sebagian besar aktivitas proses belajar mengajarnya di kelas.
Permasalahan ini semestinya menjadi perhatian serius dari Pemerintah yang perlu  berupaya keras untuk mencari terobosan-terobosan dalam memecahkannya, baik melalui pengembangan materi pembelajaran baru maupun melalui pemberdayaan metodik-didaktik yang sudah ada. Di samping faktor penunjang lain di luar akademik antara lain penyediaan buku pelajaran yang bermutu, baik, dan dapat mengembangkan pembelajaran dengan paradigma baru tersebut.
Tujuan kurikulum dengan paradigma yang baru pada prinsipnya adalah tetap conceptual mastery. Tetapi hal tersebut diperoleh dengan pendekatan berbasis kompetensi, dengan tujuan agar sistem pendidikan nasional dapat merespon secara proaktif terhadap perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan tuntutan desentralisasi. Dengan demikian lembaga pendidikan tidak akan kehilangan relevansi program pembelajarannya dengan kepentingan daerah, dan karakteristik peserta didik, serta tetap memiliki fleksibilitas dalam melaksanakan kurikulum yang berdeverensiasi.
Peserta didik dituntut untuk menguasai konsep-konsep dasar yang telah dipilih secara selektif melalui aktivitas pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas siswa. Siswa harus mampu mengkonstruksi pengetahuan melalui aktivitas kontekstual yang dikembangkan dalam pembelajaran dimana siswa terlibat langsung dalam pengalaman sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang diajarkan dan aktif melakukan eksperimen, melakukan pengolahan data, serta membuat kesimpulan. Dengan demikian, pembelajaran yang dikembangkan di dalam kelas perlu dikaitkan dengan situasi nyata dimana siswa berada, mendorong siswa membuat hubungan antara konsep yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan keseharian siswa di dalam masyarakat. Akhirnya pembelajaran lebih bermakna dan proses belajar lebih penting daripada hasil belajar. Dengan dukungan situasi yang demikian, siswa perlu dikondisikan di dalam situasi pembelajaran di kelas yang memungkinkan siswa mengerti dan memahami makna belajar, manfaat, peran dan status siswa dalam proses pembelajaran tersebut. Jika siswa dapat memahami dan mengerti hal tersebut, maka siswa akan berusaha untuk mencapainya dan memerlukan guru sebagai pembimbing, fasilitator, dan mediator.
Pembelajaran yang ingin dikembangkan berorientasi pada proses bagaimana memperoleh informasi, cara sains dan teknologi bekerja, kebiasaan bekerja ilmiah, dan keterampilan berpikir yang dikaitkan dengan situasi nyata dimana siswa berada dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran tersebut dikembangkan dengan pendekatan kontekstual.
Dalam buku “Pendekatan Kontekstual” yang diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual, jika menerapkan ketujuh komponen dalam pembelajarannya. Ketujuh komponen tersebut adalah konstruktivisme, bertanya, inquiri, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya.
Konstruktivisme merupakan filosofi pendekatan kontekstual yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun oleh siswa, melalui pemecahan masalah dan menemukan sesuatu yang berguna. Proses menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, pengetahuan, dan keterampilan sehingga siswa diharapkan menemukan sendiri hasilnya. Tahap-tahap siswa menemukan merupakan cara berpikir ilmiah melalui keterampilan proses, di antaranya adalah merumuskan masalah, melakukan observasi, melakukan analisis dan menyajikan hasil serta mengkomunikasikan. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, bertanya ini tidak hanya guru terhadap siswa, tetapi juga siswa terhadap guru dan terhadap teman sendiri. Bagi siswa aktivitas bertanya adalah untuk menggali informasi, mengkomunikasikan apa yang telah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Di dalam proses pembelajaran di kelas dengan pendekatan kontekstual, dikondisikan terciptanya suasana saling belajar, siswa belajar dari guru, dari buku dan sumber informasi lainnya, dari sesama teman, serta guru belajar dari siswa, sehingga di dalam ruang kelas tersebut terjadi masyarakat belajar.
Pemodelan dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah sesuatu yang dapat ditiru oleh siswa untuk memudahkan, memperlancar, membangkitkan ide dalam proses pembelajaran. Model dapat diperoleh dari guru, siswa, atau dari luar sekolah yang relevan dengan konteks dan materi yang sedang menjadi topik bahasan.

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari, tentang apa yang sudah dilakukan masa lalu dan merupakan respon terhadap kejadian. Serta  aktivitas atau pengetahuan baru yang diterima atau dilakukan. Penilaian yang sebenarnya adalah proses pengumpulan berbagai data yang diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat proses pembelajaran yang dapat memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Jadi, penilaian autentik adalah penilaian terhadap pengetahuan dan performansi yang diperoleh siswa selama aktivitas pembelajaran berlangsung.
Seperti diketahui, sasaran belajar sains adalah membangun gagasan saintifik setelah para siswa berinteraksi dengan lingkungan, peristiwa, dan informasi dari sekitarnya. Pandangan konstruktivisme sebagai filosofi pendidikan sains mutakhir menganggap semua siswa memiliki gagasan atau pengetahuan tentang lingkungan, pengetahuan, fakta akan gejala alam disekitarnya, meskipun hal tersebut kadang terkesan naif dan miskonsepsi. Mereka (para siswa) seringkali mempertahankan gagasan atau pengetahuan naif tersebut secara kokoh, karena gagasan atau pengetahuan itu mengait dengan gagasan atau pengetahuan awal lainnya yang sudah lebih dulu dibangun dalam wujud struktur kognitifnya.
Menurut pandangan ini, kegiatan pembelajaran dimulai dari apa yang diketahui siswa, sehingga pembelajaran tidak dapat dilakukan dengan cara indoktrinasi gagasan atau pengetahuan saintifik supaya siswa mau mengganti dan memodifikasi gagasannya yang non saintifik menjadi gagasan atau pengetahuan yang saintifik. Dengan demikian, arsitek peubah gagasan atau pengetahuan dalam diri siswa adalah siswa sendiri. Sedangkan guru hanya berfungsi sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing yang menyediakan, mempermudah, bahkan kalau bisa mempercepat berlangsungnya proses belajar. Dalam proses konstruksi itu, menurut Von Glaserfeld (Jaskarti, 2002) diperlukan beberapa kemampuan sebagai berikut (1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, (2) kemampuan membandingkan, mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan, dan (3) kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada pengalaman yang lain.
Beberapa bentuk kondisi belajar yang sesuai dengan filosofi konstruktivisme adalah diskusi di mana siswa mau mengungkapkan gagasan, pengujian dan penelitian sederhana, demo serta  peragaan prosedur ilmiah, juga kegiatan lain yang memberi ruang kepada siswa untuk dapat mempertanyakan, memodifikasi, dan mempertajam gagasannya.
Dalam belajar secara konstruktif, para siswa mempunyai kesempatan untuk menyatakan, menguji, memodifikasi, dan juga meninggalkan ide-ide awal mereka yang sudah ada sebelumnya dan mengadopsi ide-ide baru. Melalui tugas-tugas dalam pelajaran sains yang dikaitkan dengan tingkat perkembangan intelektualnya, para siswa mempunyai kesempatan untuk memahami alam secara aktif dengan membangun pemahaman tentang fenomena alam melalui aktivitas nyata kehidupan sehari-hari
Menurut Carr, dkk (1989) konstruktivisme sebagai sebuah pendekatan dalam proses pembelajaran merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat menjanjikan akan adanya perubahan pada hasil pembelajaran. Pendekatan konstruktivisme lebih menekankan pada siswa sebagai pusat pembelajaran, dan pendekatan seperti ini diharapkan dapat lebih merangsang dan memberi peluang kepada siswa untuk belajar, berpikir inovatif, dan mengembangkan potensinya secara optimal.
a.   Proses Pembelajaran Sains
Sains pada dasarnya mencari hubungan kausal antara gejala-gejala alam yang diamati. Oleh karena itu, proses pembelajaran sains seharusnya mengem-bangkan kemampuan bernalar dan berpikir sistematis selain kemampuan deklaratif yang selama ini dikembangkan. Salah satu inovasi sebagai salah satu usaha adalah mencari model-model pembelajaran sains yang memiliki kontribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan sains.
Hal ini berarti, belajar sains tidak hanya belajar dalam wujud pengetahuan deklaratif berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, tetapi juga belajar tentang pengetahuan prosedural berupa cara memperoleh informasi, cara sains dan teknologi bekerja, kebiasaan bekerja ilmiah, dan keterampilan berpikir. Belajar sains memfokuskan kegiatan pada penemuan dan pengolahan informasi melalui kegiatan mengamati, mengukur, mengajukan pertanyaan, mengklasifikasi, memecahkan masalah, dan sebagainya.
Pembelajaran sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung. Dengan demikian, siswa perlu dibantu untuk mampu mengembangkan sejumlah pengetahuan  yang menyangkut kerja ilmiah dan pemahaman konsep serta aplikasinya. Bahan kajian kerja ilmiah adalah :
1)      mampu menggali pengetahuan melalui penyelidikan/penelitian,
2)      mampu mengkomunikasikan pengetahuannya,
3)      mampu mengembangkan keterampilan berpikir,
4)      mampu mengembangkan sikap dan nilai ilmiah.
Selanjutnya, bahan kajian sains yang berkaitan dengan pemahaman konsep dan penerapannya adalah:
1)      memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang makhluk hidup dan proses kehidupan;
2)      memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang materi dan sifatnya;
3)      memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang energi dan perubahannya;
4)      memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang bumi dan alam semesta; serta
5)      memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang hubungan antara sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
Keterampilan proses yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran sains, diantaranya adalah keterampilan mengamati dengan seluruh indera, mengajukan hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara benar dengan selalu mempertimbangkan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan, menggolongkan, menafsirkan, mengkomunikasikan, hasil temuan secara beragam, menggali dan memilah informasi faktual untuk menguji gagasan atau memecahkan masalah sehari-hari.
Prinsipnya pembelajaran sains, yaitu cara memberi tahu dan cara berbuat, akan membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang alam sekitarnya dengan mendudukkan siswa sebagai pusat perhatian dalam  interaksi aktif dengan teman, lingkungan, dan nara sumber lainnya.
Oleh karena itu, hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan pembelajaran sains seperti yang dikemukakan dalam Kurikulum Sains Berbasis Kompetensi, adalah :
1)      empat pilar pendidikan dari Unesco,
2)      inkuiri sains,
3)      konstruktivisme,
4)      sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat,
5)      pemecahan masalah, serta
6)      pembelajaran sains yang bermuatan nilai.

b.   Buku Pelajaran Sains dan Peranannya.
Buku pelajaran merupakan salah satu sumber pengetahuan bagi siswa di sekolah yang merupakan sarana yang sangat menunjang proses kegiatan belajar mengajar. Buku pelajaran sangat menetukan keberhasilan pendidikan para siswa dalam menuntut pelajaran di sekolah. Oleh karena itu, buku pelajaran yang baik dan bermutu selain menjadi sumber pengetahuan yang dapat menunjang keberhasilan belajar siswa juga dapat membimbing dan mengarahkan proses belajar mengajar di kelas ke arah proses pembelajaran yang bermutu pula. Buku yang dirancang sesuai dengan kurikulum yang berlaku serta dikembangkan dengan paradigma baru akan mengarahkan proses pembelajaran pada arah yang benar sesuai tuntutan kurikulum dengan paradigma baru tersebut.
Buku pelajaran menurut Bahrul Hayat dkk (2001) meliputi buku teks utama dan buku teks pelengkap. Buku teks Utama berisi bahan-bahan pelajaran suatu bidang studi yang digunakan sebagai buku pokok bagi siswa dan guru. Sedangkan buku teks pelengkap adalah buku yang sifatnya membantu atau merupakan tambahan bagi buku teks utama dan digunakan oleh guru dan siswa.
Jenis buku pelajaran yang diharapkan adalah buku yang dapat menunjang terselenggaranya pembelajaran dengan pendekatan konstruktif sehingga buku tersebut dapat membelajarkan siswa, menjadi sumber inspirasi, dan sumber informasi baik bagi siswa maupun guru. Buku pelajaran yang baik adalah buku yang menjadi sumber ilmu pengetahuan, sehingga dapat menjadi media yang baik dan akan membantu mengoptimalkan proses belajar mengajar seperti yang diharapkan di atas. Jenis buku yang demikian diharapkan dapat membantu proses belajar mengajar yang efektif dan efisien,  sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan, khususnya pendidikan Sains.
Buku pelajaran sekolah merupakan sarana untuk mengkomunikasikan ilmu pengetahuan, berarti buku pelajaran yang digunakan di sekolah baik oleh guru maupun siswa harus jelas, lengkap, akurat, dan dapat mengkomunikasikan informasi, konsep, serta pengetahuan proseduralnya. Dengan demikian setiap buku pelajaran harus memiliki standar yang sesuai dengan tujuan dari buku pelajaran tersebut, yaitu sesuai dengan jenjang pendidikan, psikologi perkembangan siswa, kebutuhan dan tuntutan kurikulum, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Karakteristik Siswa
Proses perkembangan kognitif manusia sebenarnya mulai berlangsung semenjak ia dilahirkan. Menurut Jean Piaget, anak usia SD tergolong pada tahap concrete-operational. Pada fase ini kemampuan berpikirnya masih bersifat intuitif, yakni berpikir dengan mengandalkan ilham.
Dalam periode ini, anak memperoleh tambahan kemampuan yang disebut system of operations (satuan langkah berpikir). Kemampuan satuan langkah berpikir ini berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam sistem pemikirannya sendiri.  Anak sudah berkembang ke arah berpikir konkret dan rasional. Piaget menamakannya sebagai masa operasi konkret, masa berakhirnya berpikir khayal, dan mulai berpikir konkret.

B.     STANDAR PENILAIAN BUKU PELAJARAN SAINS

Setiap buku pelajaran diharapkan memenuhi standar-standar tertentu yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan (siswa dan guru), perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kurikulum. Standar yang dimaksud dalam pedoman penilaian ini meliputi persyaratan, karakteristik, dan kompetensi minimum yang harus terkandung di dalam suatu buku. Standar penilaian dirumuskan dengan melihat tiga aspek utama, yaitu materi, penyajian, dan bahasa/keterbacaan.

  1.       Aspek Materi
Standar yang berkaitan dengan aspek materi yang harus ada dalam setiap buku pelajaran sains adalah sebagai berikut.
(1)   Kelengkapan materi.
(2)   Keakuratan materi.
(3)   Kegiatan yang mendukung materi.
(4)   Kemutakhiran materi.
(5)   Upaya meningkatkan kompetensi sains siswa.
(6)   Pengorganisasian materi mengikuti sistematika keilmuan.
(7)   Kegiatan pembelajaran mengembangkan keterampilan dan kemampuan berpikir.
(8)   Materi merangsang siswa untuk melakukan inquiry.
(9)   Penggunaan notasi, simbol dan satuan.
  2.       Aspek Penyajian
Standar yang berkaitan dengan aspek penyajian yang harus ada dalam setiap buku pelajaran sains adalah sebagai berikut.
(1)      Organisasi penyajian umum.
(2)      Organisasi penyajian per bab.
(3)      Materi disajikan dengan mempertimbangkan kebermaknaan dan kebermanfaatan.
(4)      Melibatkan siswa secara aktif.
(5)      Mengembangkan proses pembentukan pengetahuan.
(6)      Tampilan umum menarik.
(7)      Variasi dalam cara penyampaian informasi.
(8)      Meningkatkan kualitas pembelajaran.
(9)      Anatomi buku pelajaran sains.
(10)  Memperhatikan kode etik dan hak cipta.
(11)  Memperhatikan kesetaraan gender dan kepedulian terhadap lingkungan.
  3.       Aspek Bahasa/Keterbacaan
Standar yang berkaitan dengan aspek bahasa/keterbacaan yang harus ada dalam setiap buku pelajaran sains adalah sebagai berikut:
(1)   Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
(2)   Peristilahan.
(3)   Kejelasan bahasa.
(4)   Kesesuaian bahasa.

STANDAR PENILAIAN BUKU PELAJARAN SAINS

Aspek
Kriteria
Indikator
Materi




























Kelengkapan materi
§  Mencakup materi yang ada di kurikulum yang berlaku.
§  Meliputi kompetensi dasar
§  Tidak terjadi pengulangan yang berlebihan.
Keakuratan materi
§  Kebenaran konsep (definisi, rumus, hukum, dan sebagainya).
§  Aplikasi kontekstual dalam kehidupan nyata
Kegiatan yang mendukung materi
§  Kegiatan/soal latihan mendukung konsep dengan benar
§  Kegiatan/soal latihan dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa
§  Soal latihan dilengkapi kunci penyelesaian dan pembahasan
Kemutakhiran materi
§  Mengaitkan dengan perkembangan ilmu terkini.
§  Menggunakan pendekatan “sts” (science technology society).
§  Mengaplikasikan konsep secara umum
§  Memperkenalkan perkembangan sains dan hakikatnya.
Materi dapat meningkatkan kompetensi sains siswa
§  Merencanakan dan melakukan kerja ilmiah.
§  Mengidentifikasi obyek dan fenomena dalam sistem yang ada di alam.
§  Mengaitkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem yang ada di alam.
§  Menerapkan konsep sains dengan teknologi dan kehidupan.
§  Mengkomunikasikan pikiran secara lisan dan tertulis

Materi mengikuti sistematika keilmuan
§  Materi disajikan dari yang sederhana ke yang sulit.
§  Menunjukkan bahwa sains tidak hanya merupakan produk, tetapi juga proses penemuan.
§  Menekankan pada pengalaman langsung.
§  Mengembangkan keterampilan proses
Materi mengembangkan keterampilan dan kemampuan berpikir
§  Mengenali hubungan sebab-akibat.
§  Mengembangkan kemampuan mengambil keputusan
§  Mengembangkan kemampuan problem-solving.
§  Mengembangkan kreativitas.
Materi merangsang siswa untuk mencaritahu (inquiry).

§  Merumuskan masalah.
§  Melakukan pengamatan/observasi.
§  Menganalisis dan menyajikan hasil pengamatan secara kritis
§  Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada orang lain.
Penggunaan notasi, simbol, dan satuan
§  Notasi, simbol, dan satuan yang terdapat dalam materi sesuai dengan acuan Sistem Internasional (SI).
§  Notasi, simbol, dan satuan dalam materi yang tidak menggunakan aturan Sistem Internasional (SI) selalu diberi penjelasan.
Penyajian









































Organisasi penyajian umum                                                                               
§  Materi disajikan secara sistematis dan logis.
§  Materi disajikan secara sederhana dan jelas.
§  Materi disajikan secara runtut.
§  Menunjang keterlibatan dan kemauan siswa untuk terlibat aktif mengemukakan dan berbagi ide
Organisasi penyajian per bab
 a.      Penjelasan awal (Advance Organizer) & tujuan pembelajaran
 b.      Penjelasan materi pokok.
 c.      Aplikasi konsep dalam kehidupan sehari-hari.
d.      Terdapat kegiatan siswa yang bermanfaat.
 e.      Latihan/contoh soal yang nyata, dengan solusi/pembahasan
Penyajian mempertimbangkan kebermaknaan dan kebermanfaatan
a.       Mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya dalam menjelaskan suatu fenomena
b.      Mengaitkan suatu konsep dengan kehidupan nyata siswa.
c.       Penjelasan konsep sebagai upaya untuk membangun struktur pengetahuan IPA siswa

Melibatkan siswa secara aktif
 a.      Setiap konsep, diakhiri dengan kegiatan yang menuntut siswa melakukan kegiatan tersebut.
 b.      Ada upaya menarik minat baca siswa.
 c.      Ada beberapa topik yang harus dikerjakan oleh siswa secara berkelompok, mengembangkan pembelajaran kolaboratif.
Mengembangkan proses pembentukan pengetahuan
 a.      Adanya proses yang menggiring siswa mengalami kegiatan langsung.
 b.      Penyajian materi dan kegiatan menggunakan pendekatan konstruktivisme.
 c.      Banyak menawarkan kegiatan yang mengembangkan keterampilan proses.
Tampilan umum
a.       Gambar ilustrasi, gambar nyata, grafik sesuai dengan konsepnya.
b.      Judul dan keterangan gambar sesuai dengan gambar
c.       Gambar nyata, gambar animasi, grafik dan sebagainya disajikan dengan jelas, menarik dan berwarna.
d.      Dapat mengembangkan minat baca baik guru maupun siswa
Variasi dalam cara penyampaian informasi
a.       Mengembangkan berbagai cara menyajikan informasi (gambar nyata, gambar animasi, grafik, dan sebagainya).
b.      Informasi jelas, akurat dan menambah pemahaman konsep
c.       Sesuai dengan konsep yang menjadi pokok bahasannya.
Meningkatkan kualitas pembelajaran
a.      Penyajian materi, kegiatan, dan tugas menggunakan pendekatan konstruktivisme.
b.      Mengembangkan mekanisme siswa sebagai pusat pembelajaran.
c.      Berorientasi pada CTL (Contextual Teaching and Learning).
d.     Mendorong siswa aktif

Anatomi buku pelajaran
a.       Memiliki daftar isi
b.      Memiliki petunjuk penggunaan buku pelajaran
Memperhatikan kode etik dan hak cipta
a.       Saduran, cuplikan, dan kutipan mencantumkan sumbernya dengan jelas.
b.      Gambar, baik gambar nyata maupun animasi, grafik, dan data hasil kutipan harus mencatumkan sumbernya.
Memperhatikan kesetaraan gender & kepedulian terhadap lingkungan
a.       Memberikan perlakuan yang seimbang terhadap gender dalam memberikan contoh atau acuan.
b.      Memperhatikan kepedulian terhadap lingkungan dalam memberikan contoh atau melakukan kegiatan
Bahasa/ Keterbacaan
Bahasa Indonesia yang baik & benar
a.       Menggunakan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
b.      Menggunakan aturan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Peristilahan
a.       Menggunakan peristilahan yang sesuai dengan konsep yang menjadi pokok bahasan.
b.      Terdapat penjelasan untuk peristilahan yang sulit atau tidak umum.
Kejelasan bahasa
a.       Bahasa yang digunakan sederhana, lugas, dan mudah dipahami siswa.
b.      Kalimat tidak bertele-tele, langsung dan tidak terlalu banyak anak kalimat.
Kesesuaian bahasa
a.       Bahasa disesuaikan dengan tahap perkembangan siswa  (komunikatif)
b.      Struktur kalimat sesuai dengan tingkat penguasaan kognitif siswa.
c.       Bahasa mengembangkan kemampuan berpikir logis siswa dalam memahami konsep-konsep IPA.

KURIKULUM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA BERDASARKAN KKNI

UNIVERSITAS FLORES FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA KURIKULUM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FIS...